Jumat, 25 Oktober 2013

Unpredictable

Sama seperti komedi
Sehari - hari adalah sebuah karnaval
Hari - hari yang begitu indah
Saat - saat seperti ini tampaknya akan berlangsung lama
Tapi,
Suatu hari nanti 'akhir' akan datang
Memisahkan kita
Kemudian,
Dua dari kita akan bertemu lagi
Pada saat itu,
Kita berubah, kita sama - sama dewasa
Tapi, jika aku melupakan mu, aku meminta maaf.
Sesunggungnya aku tidak benar - benar ingin melupakan mu
Karena kamu begitu istimewa bagiku
Ketika kita benar - benar sudah dewasa nanti,
Kamu akan khusus untuk ku,
Mungkin ...

Itulah inginku, keinginan sederhana yang mudah-mudahan direstui oleh Sang Pemberi Keputusan.
Bisa hidup bersama orang yang benar-benar aku cintai. Sejak dulu. Dulu kala. Yapp, tepatnya sepuluh tahun lalu. Aku masih saja mengharapkan dia menjadi pemimpin keluarga di rumahku nanti. Yang akan mengimami ku dan anak-anakku. Menjadi sebuah keluarga yang sempurna.

"hei" sapa seseorang ditengah lamunanku.
Aku segera menutup buku "hei juga" sapaku.
"lagi apa sih? Kok kaget banget dengan kehadiranku. Lagi nulis apa hayo??" selidiknya
"hmm, ga lagi ngapa-ngapain kok. Ini lagi ngerjain tugas kuliah" bohongku.
Tapi, dia tak percaya begitu saja. Dia masih melihat ke arah buku bercover abstarak berwarna biru muda yang sungguh terlalu 'cute' untuk dijadikan buku tugas kuliah.
"ah, apa sih? Aku ga percaya! Jangan bikin aku penasaran deh!"
Aku memang tak pernah menunjukkan buku itu kepada siapapun. Termasuk dia, Bintang, temenku dari sepuluh tahun lalu. Yaps, dia temen baikku sejak kita sama-sama berseragam putih biru.
"ah, ini pasti buku diary mu ya?! Baru lagi? Mudah-mudahan 'subjek' yang diceritainnya juga baru"
"haha, apa sih Bi. Sok tau deh!"
"makanya jangan bikin orang penasaran deh. Aku ga akan mencoba baca-baca buku mu kalau kamu mau cerita sama aku"
"emang kamu sering baca buku diary ku yang dulu-dulu ya?" tuduhku.
"enggaklah Nay. Aku ga akan baca-baca tanpa seijin yang punya."
"Syukur deh. Kalo sampe berani nyentuh, aku bakalan putusin kamu."
"hahahaha" mereka tertawa berbarengan
"Nay, itu buku isinya udah bedakan?" tanya Bintang.
"Mau tau aja apa mau tau banget?"
"Ah, sinting Kau! Beneran Nay, aku tanya serius."
"Aku selalu ceritakan sama kamu. Udah ada 'subjek' baru belum disetiap ceritaku?"
Bintang menggeleng pelan. Berarti isi buku itu masih sama dengan buku - buku diary yang sebelumnya.
"Kamu masih menjadikan dia jadi 'tema' di setiap tulisanmu Nay?"
"pikir aja sendiri! Hahaga"
"ah kau itu Nay. Kenapa sih kamu ga mau cari yang lain. Tuh si Reja ada."
"bukannya ga mau. Tapi belum sempet."
"belum sempet gimana?"
"belum sempet ngebuka hatiku buat yang lain, termasuk Reja."
"jual mahal banget sih. Coba kamu liat, kamu pasti tau kan Fadil udah punya pacar. Itung juga deh berapa kali dia ganti-ganti pacar!"
"empat."
"Nay, dengerin aku! Apa sih istimewanya dia? Dia itu ga ada apa-apanya di bandingkan dengan Reja. Jelas-jelas dia cinta mati sama kamu."
"ah Reja. Fadil itu yang buat aku senyum Bi. Hanya dengan melihat dia senyum, aku juga ikutan senyum. Dia itu magnetku Bi. Aku bisa merasakan senang dan sedih saat melihat dia Bi. Dia jadi alasanku untuk tersenyum. Dia memang ciptaan Tuhan yang sempurna."
"kok kamu ga nyritain yang sedihnya? Dia kan yang selalu bikin malammu merana, menangis. Bikin matamu sembab setiap pagi?"
"jangan salahin dia Bi. Dia ga salah atas kesedihanku"
"Kamu beneran sayang sama dia Nay?"
"ya iyalah. Kalo engga, ngapain aku masih nunggu dia sampai sekarang."
"kamu percaya kan kalau keajaiban itu datang dengan adanya sebuah tindakan?"
Nayla mengangguk.
"trus sampai sekarang kamu masih nunggu aja tanpa tindakan?! Keajaiban ga bakalan datang Nay! Ini saatnya kamu berubah menjadi dewasa. Kamu ga mau kan dateng sendirian nanti di acara pernikahanku?"
Nayla menggeleng.
"kamu tau apa yang harus kamu lakukan kan Nay. Kalau kamu yakin, dia akan menjadi pendampingmu di pernikahanku nanti."

-Bersambung-

Jumat, 18 Oktober 2013

Isyarat Di Sisa Hati

Aku jatuh cinta

Pada seseorang yang sanggup aku gapai sebatas punggungnya saja.

Seseorang yang hanya sanggup aku nikmati bayangannya.

Tapi tak kan pernah bisa aku miliki.

Seseorang yang hadir bagaikan bintang jatuh.

Sekelebat kemudian hilang begitu saja.

Tanpa sanggup tangan ini mengejar.

Seseorang yang hanya bisa aku kirimi isyarat.

Sehalus udara, langit, awan, atau hujan.

Di sisa hati

Setelah lama aku sendiri
Di kejenuhan hatiku
Kau datang tanpa pernah ku duga
Sebelumnya

Kesempatan itu
Ada kembali
Kembali

Kembali hidup dan jatuh cinta
Setelah ku hilang rasa
Dengan sisi hati yang tersisa
Kutemukanmu

Kesempatan itu
Ada kembali
Kembali

Ku rasakan jatuh cinta lagi
Dengan sisa hati ini
Kuberikan kepadamu
Hanya kepadamu

Kusatukan serpihan hati
Meski tak seutuh hatiku yang dulu
Inilah cintaku di sisa hati

Di sisa hati kutemukan dirimu
Jadilah yang terakhir untukku