Jumat, 24 Januari 2014

Terlambat....

Selama ini aku tak pernah tau apa perasaan ini masih sama seperti dulu. Semua mengambang.. Tak ada jawaban dan harapan pun semakin lama semakin pudar. Aku sudah lelah.... Dan aku harus segera bangkit dari keterpurukan ini. Mungkin inilah jawabnya. Dia datang..  Memberikan kebahagian kepadaku.. Inilah takdirku.. Seminggu lagi aku akan menjadi wanita yang sah untuknya.. Inilah jawaban dari segala doa yang aku panjatkan...

Undangan sudah menuju ke alamat masing-masing, termasuk undangan untuknya. Dan aku yakin dia sudah menerimanya.. Semoga dia menghadiri acara pernikahan kami nanti.. Bukan untuk apa.. Aku hanya ingin berbagi kebahagian dengannya.. Semoga dia datang bersama kekasih hatinya...

Dan waktupun tiba. Inilah hari yang aku tunggu dengan kekasih hatiku. Tepat pukul sepuluh tadi dia resmi menjadi imam ku. Mejadi bapak bagi anak-anak ku nanti.

Saat ini aku sedang berdiri tegak di sampingnya. Menyalami beratus-ratus tamu yang kami undang.. Semua terlihat ikut merasakan kebahagiaan kami.. Semua memberi ucapan selamat dan doa untuk kami. Aku hanya mengamini.

Terlihat sesosok pria yang ikut mengantri di barisan tamu yang ingin bersalaman dengan kami. Hati ini begitu bergetar. Detak jantung mulai berdenyut kencang. Tangan ini terasa mati. Tak ingin bergerak. Mulut ini susah untuk membentuk sebuah senyuman.

Dia berdiri tepat di depan mempelai pria. Memberi salam, ucapan, dan doa. Sekarang dia berdiri di depanku. Memberiku doa agar pernikahanku di ridhoi oleh Allah. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih padanya. Kemudian dia berlalu. Meninggalkan panggung pelaminan.

"Dia sangat mencintaimu". Bisik temannya yang mengekor di belakangnya.

Saat itu pula, sudut mataku terasa panas. Ingin rasanya aku meneteskan air mata ini. Aku tak sanggup menahan sesak di dalam dada ini. Aku ingin berlari mengejarnya. Ingin memeluknya. Tapi aku tak bisa..

Aku melihatnya melawati semua hidangan yang tersaji. Dia tak melirik sedikitpun. Yang ku lihat dia langsung menuju arah pintu keluar. Dan dia berhasil melawatinya. Dia tak tampak lagi. Dia menghilang.

Ketika semua sudah selesai, seseorang datang menghampiriku. Teman baiknya yang berkata kepadaku tadi. Memberiku sepotong amplop putih yang bertuliskan "dear sang pengantin". Aku melihat suamiku yang sedang berbicara dengan kerabatnya. Aku menyembunyikannya.

Aku menjauh.. Menuju tempat yang sekiranya aman untuk mengetahui isi amplop putih itu. Aku tak kuasa menahan gemetarnya tangan ini. Susah payah aku membuka agar tak merobeknya. Dan ku baca....
"Selamat atas pernikahanmu dengannya. Semoga kamu bisa menjalani kehidupan barumu dengan baik. Semoga dia menjadi suami yang bisa membahagiakan kamu dan anak-anak mu nanti. Aku akan selalu mendoakanmu dari sini.. Dari tempatku.. Yang pasti kamu tak akan pernah tau dimana aku akan tinggal. Aku akan berusaha melupakanmu. Maaf kekasihku. Aku tak sanggup memperjuangkan cintaku untukmu. Aku takut, aku tak bisa menjadi yang terbaik untukmu. Aku juga mencintaimu dari awal kau mencintaiku. Sungguh .... Maafkan keterlambatanku ini.
Sekali lagi, selamat atas pernikahnmu."

Air mata yang sejak tadi aku tahan, kini perlahan keluar dengan derasnya. Aku tak sanggup lagi menahan ini. Seandainya aku tahu kau juga mencintaiku.. Semua sudah terlambat... Semua sudah terjadi... Inilah takdir Tuhan yang harus terjadi...

"Maafkan aku juga karena meninggalkanmu sendirian. Maafkan aku yang tak tau tentang kamu. Mungkin kamu yang terbaik untukku. Tapi aku bukanlah yang baik untukmu.
Semoga kamu hidup bahagia dengan pasanganmu kelak. Aku ingin melihat senyum manismu menghiasi hari-hari tuamu bersama kekasihmu. Terima kasih kekasihku..."

Surat itu aku titipkan kepada rekannya.. Tanpa sepengetahuan suamiku...

Aku siap memulai hidup baruku dengan suamiku. Melupakan semua masa laluku.. Yang sekarang aku sudah tahu jawabnya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar