Kamis, 20 Februari 2014

Pandangan Pertama Awal Aku Berjumpa :)

Aku sekarang sedang duduk di sebuah halte depan kampusku. Kali ini aku sedang tidak ingin membawa sepeda untuk pergi ke kampus. Dan berhubung rumah dan kampus ku tidak susah untuk menemukan bus. Aku putuskan untuk naik bus. Aku pikir, naik bus menjadi pilihan yang tepat untuk hari ini. Hari ini aku menginginkan ke-santai-an. Menikmati perjalanan pulang pergi tanpa membuang tenaga. Tinggal duduk manis, bersandar di jendela, sambil mendengarkan musik melalui headset ku.

Akhirnya bus yang aku tunggu datang juga. Aku segera menaikinya, dan mencari tempat yang kosong. Yihaaa,, aku menemukannya. Ada kursi kosong di barisan belakang, dekat pintu belakang. Tapi, kursi itu hanya tersisa satu. Ada penumpang lain yang sedang duduk di sana, menyandarkan kepalanya di jendela. Sedang menikmati perjalanan tampaknya.

Aku duduk di sebelah penumpang itu. Tampaknya dia tak terusik dengan keberadaanku. Aku segera menyamankan diri di kursiku. Ku buka tas dan ku cari headsetku. Setelah ketemu, segera ku pasangkan mereka di telingaku. Ku dengarkan lagu, dengan volume tinggi. Tanpa sadar lirik demi lirik keluar dari mulutku. Aku bergumam sendirian.....

Penumpang sebelah tampaknya terganggu dengan suaraku. Dia menoleh ke arahku... Aku tak memperhatikannya. Lalu dia kembali menyandarkan kepalanya di jendela. Setelah itu, aku melirik ke arahnya. Rambutnya sebahu, tergerai indah. Memakai jaket warna biru dongker, tas punggung itu tampak ia taruh di bawahnya, sepatu converse hitam putih menutupi kakinya. Heemmm, dia laki apa perempuan sihh ??
Batinku dalam hati...

Kelihatannya dia mulai risih denganku, dia melihatku kembali. Dan aku segera memalingkan wajahku. Takut ketahuan kalau aku mempertanyakan gendernya. Hahaaa.... Dia masih melihatku, aku membalas meliriknya. Kaget aku, ternyata dia seorang laki-laki berambut indah dan sedikit wangi. Dia masih menatapku. Mungkin masih terganggu dengan suara keras yang terdengar di telingaku..

Dia menyentuh tanganku, dan rasa takut pun datang padaku. Aku tak berani melihatnya. Dia menyentuhku lagi sambil memanggilku. "Mbak, mbak". Aku melihatnya, aku lepas headset kananku. "Bisa, musiknya di kecilkan sedikit? Ga kasian sama kupingnya ya" Kata-katanya terlihat judes, namun nampak perhatian. "Ohh, iya mas,, maaf ganggu ya." Aku mengecilkan volume di handphone ku. Dia kembali menyandarkan kepalanya di jendela. Mungkin dia lelah.

Bus ini melaju dengan sangat lambat, ada penumpang yang turun, ada pula penumpang yang naik. Rasanya perjalanan menuju rumahku jadi terasa sangat jauh. Sedikit-sedikit aku menoleh ke arah penumpang sebelah. Rasa - rasanya aku pernah melihatnya. Tapi, dimana ya? Entahlaahh....

Akhirnyaa, bus ini sudah berada tak jauh di penghentian bus dekat rumahku. Aku lepas headsetku dan segera ku masukkan ke dalam tas. Aku berdiri, dan bersiap untuk turun dari bus ini. Ada sesuatu barang yang jatuh ketika aku berdiri, tapi bus ini sudah berhenti dan aku segera turun. Tak ada kesempatan untuk melihat apa yang terjatuh tadi.

Sampai juga di kamar ku, aku masih terpikirkan dengan penumpang laki-laki berambut indah dan wangi tadi. Penasaran, rasanya aku dulu pernah bertemu dengannya... Ahh, sudahlahh... aku merebahkan tubuhku. Ku cari handphone ku, dan headsetku. Handphone sih ada, tapi headset ku tak ku temukan di dalam tas ku. Terjatuuhhh.......

Keesokan harinya, aku kemabali memilih untuk naik bus lagi. Ketagihan juga lama-lama. Menunggu memang sesuatu yang menyebalkan (kata orang-orang) tapi emang bener sih. Apalagi kalo di kejar waktu. Hah, bikin ngga enak ati. Setelah lima belas menit menanti, akhirnya bus yang aku tunggu datang juga. Aku segera menaikinya, masih tersisa empat puluh lima menit untuk sampai di kampus dan mengikuti perkuliahan. Kuliah hari ini dimulai pukul sepuluh.

Kembali aku mencari tempat duduk, dapat, di belakang, dekat pintu belakang. Sama seperti kemarin, ada penumpang berambut sebahu, indah dan wangi. Penumpang kemarin. Masih denga style yang sama, bersandar di jendela. tapi, kali ini aku yakin dia tidak merasakan kelelahan. Aku segera mengambil tempat duduk di sebelahnya. Dia melihatku, dan tersenyum kepadaku. Setelah aku menyamankan diri dengan kursiku, kali ini aku memutuskan untuk tidak mendengarkan musik. Berhubung headsetku kemarin hilang.

Penumpang itu memandangku, tangannya menggenggam seseuatu, rasanya dia ingin memberikan sesuatu kepadaku. "Ini punyamu kan? Kemarin aku temukan di bawah." Headset berwarna kuningku. "Ohh, mas yang nemuin yah, makasih yah.". "Sama-sama. Aku Fajar. Kamu siapa?" "Ohh, iya.. aku Rina."
Kami mulai terlibat percakapan yang panjang dan lebar.

Bus ini berhenti di halte depan kampus. Aku segera berpamitan dengan Fajar. "Aku turun dulu yah". iya, jawabnya. Ehhh,, tak ku sangka dia mengekor di belakangku. Ternyata kita satu kampus. Bahkan sefakultas. Tadi belum sempat bertanya sampai situ... Makanya, rasanya aku pernah melihat dia...

Kita selalu berjanjian untuk bertemu di satu bus. Duduk di bagian belakang, dekat dengan pintu belakang. Tapi, dia tidak pernah mengalah denganku. Dia selalu memilih untuk duduk di dekat jendela. Padahal itu spot yang paling aku sukai. Bisa bersandar dan melihat keadaan luar. Dia selalu curang... Tak pernah mau bergantian denganku...

                                          ***********************************

Tapi, setelah setahun berselang. Rutinitas itu jarang kami lakukan. Kami sibuk dengan kegiatan masing-masing. Dia lebih memilih menaiki vespanya daripada naik bus denganku. Kami juga jarang bertemu lagi. Kami jarang berebut tempat dekat jendela bus. Aku merindukannya.... Sempat aku mengiriminya sebuah pesan, mengajaknya untuk naik bus lagi. "Naik bus lagi yuk besok, aku kangen berebut kursi dekat jendela denganmu." Tak ada balasan apapun dari dia.

Selang beberapa hari, aku memilih untuk naik bus sendiri, tanpa dia. Tapi, setelah masuk dari pintu depan bus, aku berjalan ke belakang, mencari kursi belakang dekat pintu belakang. Ku dapati sesosok pria yang style-nya sama persis dengan Fajar, namun kali ini rambutnya berubah. Tampaknya dia habis potong rambut. Aku menyapanya. "Hai..." Dia terlihat sedikit pucat. Dia membalas sapaanku... "Hai juga.. aku mendapatkan kursiku." ledeknya....

"Kemana aja selama sebulan ini? Aku nggak pernah liat kamu di kampus. SMS ku ga pernah kamu tanggepin"
"Aku ada di rumah kok. Jadwal kuliah lagi ga terlalu padat. Jadi ya di rumah terus."
"Bohong ya? Aku sering melihat teman-temanmu sibuk dengan kuliahnya."
Dia tak menjawabnya. Dia memalingkan mukanya ke arah jendela. Dan menyandarkan kepalanya.

Bus ini berhenti di halte depan kampus. Aku dan Dia turun. Dia masih terlihat pucat. Jam tanganku menunjukkan pukul sepuluh kurang sepuluh. Aku mempercepat jalanku. Namun, Fajar tertinggal di belakangku. Aku memanggilnya. Dia tak meresponku. Aku membalikkan badan tapi masih berhenti. Aku menunggunya. Ada seseorang dari arah belakang memanggilku. "Mbak, mbak, temennya jatuh" Aku segera membalikkan badan, dan melihat ke arah fajar yang sudah tergeletak. Aku berlari menuju Dia.

Kereta dorong ini membawanya ke ruang ICU, aku memegang tasnya, sibuk mencari handphonenya untuk menghubungi keluarganya. Ketemu dan segera aku menghubungi mereka. Tak lama kemudian ayah dan ibunya datang melihat keadaan Fajar.

                                         ******************************************
"Aku kangen sama Fajar, pengen banget ketemu dia lagi. Pengen banget naik bus sama-sama dia lagi. Pengen banget duduk di barisan belakang dekat pintu belakang. Pengen banget berebut kursi di dekat jendela, tempat favorit kita berdua. Aku kangen dia yang selalu curang untuk duduk di dekat jendela. Kangen sama rambut sebahunya yang indah dan selalu wangi. Kangen dengan style-nya yang dulu aku ragukan. Aku kangen sama kamu Jar.... Seandainya, dulu aku tak mengajakmu naik bus lagi. Mungkin kamu masih disini, menemaniku, mendampingiku di wisuda ini. Kita foto bareng, pake toga sama-sama. Kita pasti foto di tempat favorit kita, di dalam bus, dekat jendela. Tapi sayang, Tuhan tak mengijinkan semua ini. Tuhan lebih sayang sama kamu, Fajar.... Semoga kamu tenang di sana yaa... Duduk bersanding dengan Tuhan, melihatku dari atas. Nanti, selepas aku pulang, aku bakal datang ke rumahmu. Memberimu bunga wisuda ini, dan mengirimimu doa. Terima kasih Fajar, kamu sangat berarti dalam hidupku. Kamu memberiku sesuatu yang berharga dalam hidupku. Kamulah Fajarku, matahariku...."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar